Dari kecil aku mudah dibuat histeris jika melihat tikus. Sangat takut dengan tikus. Nama keren dari fobia tikus ini adalah musophobia.
Suatu hari aku benar-benar dicekam ketakutan karena diteror kehadiran banyak tikus dari rumah tetangga.
Tetangga sebelah kontrakan, kebetulan pulang kampung lama sehingga rumahnya kosong. Karena di dalam rumah kosong itu banyak sisa makanan berserakan tentu hal itu menjadi peluang besar para tikus untuk mendapatkan kesenangan.
Entah dari mana masuknya, tahu-tahu rombongan tikus itu sudah berdatangan ramai-ramai ke rumah tetangga itu. Mereka berpesta, makan dan bersenang-senang di dalam sana. Pasti suasananya sangat meriah seperti meriahnya acara kondangan tetangga di desa-desa. Ada banyak jenis makanan yang bebas diambil para tamu. Sudah gitu, kalau tidak malu ngambilnya bisa dobel-dobel.
Dihari kesekian, para tikus yang sudah kehabisan jarahan makanan dari rumah sebelah akhirnya mencoba peruntungan lain dengan menerobos masuk ke rumahku.
Aku melihat satu dua ekor tikus berhasil menginvasi rumahku. Sebagai orang yang punya fobia tikus, aku memilih kabur cepat-cepat daripada menghadapi tikus-tikus itu.
Tapi sebelum aku kabur, pikiran negatif dan ide jahat sempat muncul di kepala. Kata psikologi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi niat untuk berbuat jahat diantaranya keinginan, dendam, tekanan, kekecewaan dan masa lalu. Ada satu atau dua faktor itu saja sudah cukup untuk bergerak mewujudkan aksi jahat.
Kebetulan faktor yang ada di diriku adalah dendam dan kekecewaan. Aku sangat dendam dengan rombongan tikus yang masuk ke rumah seenaknya dan mendatangkan kengerian. Ini teror besar. Harus aku balas aksi mereka!
Seminggu lebih aku berada dalam masa pelarian dari tikus. Tapi pelarian harus berakhir. Aku harus kembali ke kota.
Pintu rumah kontrakan aku buka pertama kali dengan menahan rasa takut. Takut melihat kenyataan. Tapi begitu mendapati rencana jahat kemarin berhasil, aku jadinya girang!
Beberapa tikus terlihat masih bernyawa namun sudah keliyengan karena mabok racun. Sebagian yang tak bernyawa tergeletak di sudut-sudut ruangan. Racun yang aku pasang di beberapa tempat rupanya ampuh untuk menjerat binatang yang jadi ikon koruptor itu.
PEMBURU SERGAP (BUSER) TIKUS
Disituasi ini, segera aku panggil Mbak Ning, warga kampung yang rumahnya tak begitu jauh. Ia biasa dimintai tolong tetangga untuk bersih-bersih. Dan hasil servisnya selalu luar biasa. Excellent.
Usai kutelpon, ia datang dengan gagah berani. Berjalan dengan langkah tegak dan garang menuju rumahku. “Endi tikuse?” serunya lantang.
Sambil melipat lengan baju dan celana, matanya menyapu ruangan dan menemukan titik keberadaan targetnya.
Tangannya segera bekerja cekatan menyingkirkan para tikus yang sempoyongan pakai kayu dan memungut ‘bangkai tikus’ menggunakan tas plastik.
Tanpa beban ia pungut tikus itu dari lantai lalu memasukannya ke tong sampah.
“Kok bisa santai gitu megang tikus mati, Mbak?”tanyaku heran.
“Haha, aku jadi cleaning service mall sudah lama. Tikus tiap hari aku pegang. Malah di tempat kerjaku, tikus jadi bahan untuk menjegal teman,”jelas Mbak Ning.
“Misal begitu selesai membersihkan toilet, secara tiba-tiba ada bangkai tikus dilantai, ada yang sengaja naruh. Terpaksa aku pungut lagi. Jadi sudah biasa difitnah pakai tikus, sudah kebal,”tambah Mbak Ning sambil menyelesaikan tugasnya.
Tikus sudah disingkirkan semua, rumah kembali bersih dan wangi berkat beliau. Makasih banyak Mbak Ning idola kita semua. Semoga dimanapun berada senantiasa sehat dan banyak job 🙂
Dari cerita Mbak Ning, kita jadi tahu peran lain tikus. Tikus ternyata tidak hanya binatang menjijikan, menggangu rumah, merusak perabot dan menyerobot sisa makanan. Lebih dari itu, tikus rupanya bisa juga berposisi keren. Masuk ranah politis, menjadi bahan pendukung konspirasi jahat sekelompok orang.
Konspirasi dalam hukum adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum atau untuk mencapai tujuan yang sah dengan cara yang melanggar hukum.
Dan terkait konspirasi kali ini, sungguh unik. Konspirasi ditingkat cleaning service. Dengan menggunakan jasa bangkai tikus mereka sukses dan puas menjegal rekan kerja.
Kejahatan memang tidak memandang kasta karena sumber kejahatan selalu datang dari dua unsur ini : individu, yang memiliki keburukan moral (*)
Semarang, 2016