Masih catatan dari Kalimantan Tengah. Kali ini tentang kesulitan mendapatkan bensin.

Kesulitan Mendapatkan Bensin

Tidak ada bensin,” teriak seorang ibu penjual bensin dari dalam warungnya. “Kenapa bu?” tanya temanku sambil teriak juga, dari atas motor. Metode saling teriak ini biar efektif saja. Bisa cepat melesat ke warung berikutnya jika warung yang satu ini tak punya stok bensin. Sampai warung kelima, bensin belum bisa kami dapatkan. Untung ada warung keenam. Atau masih harus nambah satu warung lagi?

“Darimana mikirnya Pemerintah itu kalau harus jual 8 ribu per liter mending aku tutup warung,” omel seorang Bapak itu menyambut kedatangan kami di warungnya.

“Ya sudah, saya beli tetap harga 10 ribu. Yang penting ada bensin hari ini,” kata temenku sambil menuangkan 2 botol bensin ke tangki motornya. Total 20 ribu untuk 2 liter bensin. Cukup tinggi juga harganya. Sebagai pembanding kala itu di wilayah Jawa Tengah, harga bensin per liter hanya berkisar 4.500 rupiah.

Sementara di sini, harga bensin per liter 8 ribu rupiah ini sebenarnya sudah merupakan harga yang lebih baik dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Bupati Pulang Pisau. Keputusan Bupati sudah bulat. Menetapkan Harga Eceran Tertinggi HET bensin untuk Kecamatan Sebangau Kuala Kabupaten Pulang Pisau sebesar 6 ribu per liter. Tapi mengingat beberapa kondisi wilayah Sebangau yang memprihatinkan, keputusan Bupati itu ditolak oleh pemerintah di bawahnya.

Pemerintah Kecamatan Sebangau Kuala beserta Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam), Kapolsek dan Danramil menolak Keputusan HET bensin 6 ribu per liter karena dianggap kurang tepat untuk diterapkan di wilayah Sebangau Kuala yang banyak kendala itu. “Terlalu murah, nggak pas sama kesulitan dan modal yang harus dikeluarkan untuk kulakan bensin,” ujar Camat.

Akhirnya, Forkopimcam Sebangau Kuala menetapkan HET sendiri sebesar 8 ribu per liter. Menurut Kapolsek Sebangau Kuala, Maryanto, pertimbangan penentuan HET sendiri berdasar keadaan alam dan situasi Sebangau Kuala. “Tidak ada agen resmi dari Pertamina, sehingga penyedia bensin dan solar di sini adalah swadaya masyarakat,” ungkap Kapolsek.

Tersedianya bensin di wilayahnya berkat adanya pelangsir atau orang yang membeli bensin dan solar lalu menjual ke warung-warung. “Pelangsir membeli bensin ke SPBU yang ada di ibukota Provinsi di Palangkaraya, dengan menempuh jarak 180 Kilometer. Coba bayangkan, mereka harus menempuh jalan rusak, dan sulit dilewati. Sambil membawa 5 jerigen sekali angkut. Resiko tinggi kan?” kata Kapolsek lagi.

Tidak hanya itu, kesengsaraan berikutnya masih menghadang. Kondisi jalan yang kebanyakan belum beraspal, rusak dan berlumpur tebal jika hujan juga menjadi rintangan pengangkutan bensin. “Kendala jalan rusak dan tidak ada jembatan kalau kemarau bisa ditempuh, itupun lama. Apalagi kalau hujan. Lumpurnya sangat sulit dikendalikan. Motor susah jalan. Roda terjebak di lumpur. Karenanya kami memutuskan HET ini agar tidak terlalu memberatkan penjual. Kami membuat HET sendiri itu,” tambah Kapolsek.

Namun apakah penetapan HET 8 ribu per liter ini sudah mengatasi masalah bensin di sana? Ternyata belum. Keputusan itu rupanya masih juga ditentang oleh beberapa pengecer bensin di lapangan. Mereka belum puas dengan ketetapan itu dan keberatan dengan HET 8 ribu.

Jika ada pilihan, penjual akan lebih memilih menjual bensin dengan harga 10 ribu per liternya. Kalau kurang dari itu? Seperti Puji Susanto, salah satu pengecer yang kami temui di warungnya. “Saya mili Burr tutup warung saja, tidak jualan bensin. Lah gimana lagi, dari pelangsir kadang kami sudah harus bayar 7 sampai 8 ribu. Masak disuruh jual tetap 8 ribu? Tidak dapat untung kita, berat!” protesnya.

Protes ini rupanya tidak sekedar protes. Para pengecer bensin di Sebangau akhirnya benar-benar nekat mogok, berhenti jual bensin. “Daripada bingung mau menjual dengan harga berapa bensinnya biar tidak nombok makanya tidak jualan saja,” tambah Puji.

Dampaknya dalam minggu ini keberadaan bensin dan solar di wilayah paling selatan Kalimantan Tengah ini, sangat sulit didapatkan. Keputusan Pemerintah Kecamatan rupanya belum banyak mendorong pengecer untuk semangat menjual bensinnya. Sungguh keputusan dan keadaan yang dilematis bagi saudara-saudara kita di daerah tertinggal Kalimantan Tengah ini. Selalu terbentur dengan pilihan sulit. (Shinta/Travel Sebangau Kalteng, 16 Juni 2012)

Categorized in:

Travel,