Jadi korban hoax itu menyakitkan tau! Saya dan Triono WS, teman jurnalis dari detik.com pernah kolaborasi mengungkap berita hoax fenomenal di Jawa Tengah kala itu tahun 2009.

***

Pagi itu saya membaca berita menarik di halaman depan sebuah koran lokal.

Geger di Kendal, Seorang Wanita Melahirkan Bayi Kembar 2 Kali dalam 4 Bulan

Tentu judul itu sangat memukau dan terpercaya. Karena sumber diberita itu adalah seorang anggota dewan yang dokter pula. “Ada kemungkinan kelahiran seperti ini,” begitu ungkapnya.

Dalam masa reses, Pak Dewan DPRD Kabupaten Kendal saat itu bertemu masyarakatnya di desa terpencil dekat Gunung Kemukus.

Dari nama gunungnya saja sudah terbayang penghuninya para siluman-siluman jahat yang bertapa disana untuk meningkatkan kesaktiannya. Haha..

Suatu hari Pak Dewan berkunjung ke Desa tersebut, lalu sejumlah warga yang lain ‘lapor’ mengabarkan kalau di Desa ini ada kejadian aneh tapi nyata.

Seorang Ibu muda baru saja melahirkan bayi kembar 4 bulan lalu tapi sekarang bayi kedua menyusul, baru saja dilahirkan minggu ini. Ada dua bayi di perut yang lahirnya selisih 4 bulan.

Warga yang lapor akhirnya mengantar si Bapak wakil rakyat itu ke rumah keluarga yang punya ‘2 bayi kembar’ tadi.

Dirumah keluarga si kembar, Pak Dewan yang juga dokter itu, sempat mewawancarai suami istri sumber berita ajaib tadi. Wawancara dan mengambil foto.

‘Bahan wawancara itu’ dibawa turun gunung ke pers room dan langsung diambil total oleh beberapa wartawan pernyataan dan foto.

Esoknya semua koran headline-nya sama. Berita ajaib dari Kendal. Dua bayi kembar dilahirkan satu ibu dengan selisih waktu 4 bulan.

Saya yang peliput saja langsung terbelalak dengar berita itu. “Harus ke lokasi langsung ini.” Semangatku besar sekali pagi itu. Beruntung Triono, detik.com juga punya semangat yang sama. Kita berangkat liputan bersama.

Dari pers room kantor Gubernur Jalan Pahlawan Semarang, kami berangkat jam 11 siang. Sampai di Kendal kota nanya beberapa warga dimana lokasi desa itu. Meski bingung tapi kami mencoba yakin mengikuti rute arahan mereka.

Rupanya untuk menuju lokasi itu sungguh jauh sekali. Harus melewati hutan-hutan rimba yang panjang dan jarang ketemu orang. Sinyal handphone saja sampai hilang.

Singkatnya kami sampai desa yang tertulis di koran itu jam 3.30 sore. Hampir 4.5 jam kami naik motor dari Semarang.

Masuk gerbang desa, seperti biasa keramahan khas warga desa menyambut kami. Mereka juga kepo jadi kami enak nanya-nya.

“Badhe tindak pundi?” tanya seorang Bapak ditengah jalan.

“Mau ke rumah Mbak Y, yang kemarin melahirkan anak dua kali!”

Bukannya menjawab, Bapak itu malah ketawa cekikian sambil menutup mulutnya pakai tangan.

Kami jadi kawatir, jangan-jangan ini desa kayak yang di film-film horor itu ya, warganya bukan manusia nyata. Seperti yang kami bayangkan diawal tadi. Haha..ngayal!

Tidak mendapat jawaban dari Bapak cekikan ini, kami lalu bertanya ke beberapa ibu-ibu. “Sana Mbak, depan kali ya, kamar mandi umum.”

***

Lalu sampailah kami di lokasi jam 4 sore. Mbak Y, yang kami tuju ada dirumah. Dia langsung yang menerima kami. Parasnya cantik alami, agak mirip Jhane Shalimar, posturnya tinggi sekitar 165 cm.

Badan Mbak Y masih gemuk, pasca melahirkan. Keningnya juga masih dipasangi bedak rempah-rempah wangi.

Tidak menunggu lama, kami wawancara.

“Bagaimana awalnya Mbak, bisa melahirkan 2 kali dalam 4 bulan ini?”

“Ya 4 bulan lalu perut saya mules, saya bawa ke bidan, diperiksa tapi kata Bidan tidak ada masalah. Belum waktunya melahirkan. Jadi saya pulang. Sampai dirumah malah melahirkan malamnya.”

“Waktu itu cuma satu bayi yang keluar?”

“Iya cuma satu bayi, tapi saya merasa ada yang aneh kok perut saya masih ngganjel, kayak masih ada isinya. Cuma ya nggak saya pikir, karena waktu itu harus merawat bayi.”

“Bagaimana kelahiran kedua?”

“Setelah 4 bulan, saya mules lagi terus ke bidan lha kok betul masih ada bayi, saya melahirkan lagi,” kata Mbak Y jan tenanan dan serius beneran.

Aku sangat terkesima dengan cara dia cerita dengan runtut dan tenang.

Sampai pada pertanyaan ini wawancara terhenti. Seseorang datang berbisik ke telinga Mbak Y, sepertinya ada yang penting. “Maaf mbak, saya tinggal dulu, saya dipanggil Bu Bidan.”

Mbak Y keluar rumah ke arah barat. Tinggalah saya dan teman saya Triono Detik.com sendirian di ruang tamu.

Hampir jam setengah 6, Mbak Y belum pulang. Saya iseng ke dapur, ternyata kamar bayi di sebelah pawon (dapur). Wah sekalian ambil foto bagus ini!

“Boleh saya ijin minta foto bayinya, buat dokumen?”

Mereka membolehkan. Saya cepat naik ke kasur, mengambil foto bayi pertama dan kedua.

Kami takjub terus isinya. Dua bayi perempuan itu benar-benar mirip. Sangat masuk akal disebut kembar. Meski proses lahirnya tidak masuk akal.

Usai memotret, saya keluar kamar. Mbak Y belum juga datang.

“Kalo suaminya Mbak Y, dimana ya?”

“Masih di sawah!”

“Wah sampai malam gini ya?”

***

Waktu bergulir pukul 6.30 sore. Lelah menunggu Mbak Y, kami putuskan pamit pulang.

Setelah membereskan semua alat liputan, kami segera bergegas. Tapi baru selangkah meninggalkan dapur, ditengah ruang tamu ada 2 orang bermuka sadis menghentikan kami!

“Berhenti!!! Serahkan alat rekam, dan buku catatan hasil wawancara tadi!” kata dua orang bermuka sadis ini di depan kami. Bapak agak tua dan Ibu setengah baya.

“Bapak siapa. Ibu siapa? Anda berdua tidak berhak merampas alat kerja kami. Kami wartawan, tahu etika. Tau kode etik. Ada masalah apa? Kan bisa ngomong baik-baik. Jangan main kasar. Kami bisa Pak Bu diajak bicara baik-baik?” bentak saya balik, membentak sendirian dulu karena teman saya Mas Triono orangnya kalem. Nunggu mood kalo mau berantem..

Mereka masih belum mencair. Tangan si Ibu malah nekat bergerak cepat dan kasar berusaha merebut alat rekam saya tapi masih bisa saya tangkis. Tangan si Bapak tak kalah kekar, berusaha gantian merebut tape recorder dari tangan saya!

Nah di adegan ini, teman saya yang kalem tadi mulai marah. Dia melayangkan tangan untuk memberi perlawanan ke pria tengil di depan kami. “Nggak bisa begitu Pak. Kami bisa melaporkan anda. Pekerjaan kami dilindungi Undang-Undang!”

Kami melawan bersama. Dua oknum yang tidak kami kenal ini akhirnya turun tensinya.

“Saya bidan dan Bapak ini Kadus disini,” keduanya mengaku begitu akhirnya.

“Ngomong gitu kan ya enak to Bu, nggak usah main kasar. Ngomong yang baik, yang jelas!” balas kami jengkel.

“Kami bertanggung jawab dengan kondisi ini, kami nyatakan berita ini BOHONG!” jelas Bu Bidan sambil menahan nafas tersengal-sengal.

“Tidak pernah ada kelahiran kembar selisih 4 bulan di dunia ini. Itu cuma karangan mereka, karena aib!” tambahnya.

“Bayi pertama itu yang melahirkan Ibunya Y. Dilahirkan sendiri tanpa bantuan siapapun di rumah. Cuma dibantu Y yang masih hamil 5 bulan. Baru bayi kedua yang melahirkan Y sendiri. Bapak kedua bayi itu sama. Suami Y menghamili Ibu mertuanya. Mertuanya janda 44 tahun, Y 19 tahun dan semua tinggal serumah. Mereka malu, makanya mengarang cerita itu,” jelas bidan panjang lebar.

“Tambah runyam kalau berita ini naik, nanti banyak peneliti akan datang ke desa ini. Lebih baik berhenti di njenengan berdua, gagalkan berita itu!” ujar Pak Kadus menambahkan dengan nada agak kalem sekarang.

Setelah mendegar penjelasan lengkap, kami jelas tak sudi menulis berita palsu ini lah.

Hari gitu… Aib seperti itu masih menjadi beban derita masyarakat yang harus ditutupi serapat dan seberat mungkin. Sampai harus punya ide sekonyol mungkin, mengarang cerita imajinatif liar segitunya.

Saya curiga sutradara berita palsu ini adalah suami Mbak Y yang hidung belang tadi. Hidung belang dengan otak mesum yang parah. Ngakunya masih di sawah sampai malam pula. Lembur apa disawah sampai malam to Nda. Jebul sampeyan to Bapak kedua bayi tadi. Pantes tidak berani muncul batang hidungnya yang belang itu. Wah pengecut dan pecundang sekali laki-laki seperti itu ya…

Pantes juga warga ketawa ngakak-ngakak tadi karena mereka sudah tahu faktanya. Fakta yang sebenarnya terjadi. Serapat-rapat menyimpan bangkai pasti tercium juga yo kan Mase Mase…

Kami berlalu meninggalkan desa itu hampir jam 7 malam. Berlanjut kembali ke Semarang dengan harus menuruni hutan nan panjang dan gelap malam itu. Rute perjalanan kami ini persis dengan situasi potongan-potongan adegan perjalanan di film-film horor Indonesia gitu dah. Seramnya bukan main. Benar-benar hutan yang belum pernah kami jamah dan malam gelap begini. Lama pula jalannya. Sampai di Semarang jam 12 malam.

Tapi, semua keterpukauan TERBAYAR. Terlebih keselamatan pembaca kami yang terlindungi dari BERITA PALSU yang tidak jadi terbit.

Yang agak sial, tabloid ternama di Semarang, sudah terlanjur cetak dan terbit besoknya. Wartawannya nelpon kami, bilang menyesal karena cuma ‘nadah keterangan’ tidak datang ke TKP.

Jadi perjalanan kami mengejar FAKTA dibalik berita aneh sampai dini hari waktu itu sungguh berguna.

Setidaknya menjadi berguna bagi kami sendiri, membuat satu sejarah kerja jurnalistik kami bahwa itulah hakikat kerja jurnalis, mengungkap fakta dengan penuh kehati-hatian dan bertanggung jawab.

Meski esoknya ‘kerja kami mengejar fakta ini’ sempat menuai pro kontra. Ada sebagian media yang sudah terlanjur menuliskan berita itu, memprotes aksi kami. Dengan alasan, bahwa jurnalis dari media mereka juga tidak begitu saja ‘nerima berita mentah-mentah juga ke lokasi yang sama’. Lalu media lain ada yang mendukung kami, dengan memberi tantangan. “Kalau benar jurnalisnya datang ke lokasi, suruh menceritakan keadaan rumah, gambarkan isi rumah, arah rumah dan lingkungan sekitar,” timpal senior jurnalis yang mendukung kami kala itu. Sederhanya begitu kali ya, kalau benar-benar di lokasi, bisa cerita lebih rinci dan santai.

***

Kendal, 2009

Categorized in:

Catatan Teman,