“`html

Kata-kata populer di belakang truk-truk yang berbunyi ‘Perawan Memang Menawan Tapi Janda Lebih Menggoda’ sepertinya tidak berlaku di kawasan wisata terkenal ini.

Ratusan perempuan penjaja cinta sesaat disana tetap mengandalkan ‘yang masih asli’ untuk menggaet banyak pembeli.

“Halo pie Pi, iki jek di rumah temenku. Yo bentar yo, oke…” pungkas Dina menutup telpon dari seseorang. Sambil ketawa riang dia bercerita.

“Wes ditunggu tamu lagi nih, padahal aku baru bangun tidur. Eh sudah ditunggu 2 tamu. Dikasih yang lain pada nggak mau, hihi,” tutur remaja ini senang.

Aku lihat dari wajahnya, Dina tampak masih belia. Terlihat juga dari kepolosannya bercerita. Ia benar-benar tidak merasa risih cerita tentang sisi lain profesinya.

“Baru empat hari ini aku sudah dapet 6 juta. Aku lihat tabunganku kemarin,”kata Dina lagi.

Perempuan muda berkulit coklat ini terkenal laris.

“Kamu umur sih berapa say?” tanyaku sambil ngeramasi temannya.

“Aku 19 tahun,” jawabnya singkat. “Makane banyak yang ngebet sama aku, karena badanku masih bagus,” tuturnya memuji dirinya sendiri.

Selanjutnya ia membocorkan rahasia. “Yang paling menarik kata orang-orang adalah dadaku,” sambungnya sambil berdiri tegak menunjukan dadanya. “Nih, masih bagus kan? Kalau mereka kan rata-rata sudah turun mesin,hihi…” katanya membandingan penjaja cinta yang lain.

Aku amati lebih dalam, Dina memang sebenarnya tidak cantik, juga tidak manis. Kulitnya coklat gelap, rambut tipis. Bentuk badannya kurus, kecil dan pendek. Kalau sudah berdiri, kakinya terlihat renggang berbentuk O dengan punggung agak bungkuk.

Tapi menurut gosip, Dina ini termasuk yang paling laris. Mengalahkan penjaja lain yang lebih bening dan cantik bak boneka. Dinalah sang primadona.

“Aku itu orangnya ramah sama tamu, tak ajak ngobrol santai semua,” tutur Dina membuka resep lainnya.

Dari caranya memperlakukan para tamu dengan ramah inilah, dia sukses menjadi penjaja terfavorit dan ‘punya banyak papi’. Papi itu awalnya berwujud pembeli biasa. Begitu cocok, jadi pelanggan tetap dan bertugas layaknya pacar atau suami-suaminan, harus diutamakan saat datang. Tapi untuk mendapat servis dengan level Papi ini, tidaklah cuma-cuma. Harus ngasih duit bulanan ke PSK idamannya.

Dan, hari itu, setelah ditelpon calon tamu yang juga Papinya di seberang sana, saat yang sama, beberapa pria dari dalam mobil (salah satu yang di mobil itu juga Papinya Dina) sengaja membuka jendela mobil sekedar untuk melempar senyum dan melambaikan tangan pada Dina.

“Dina..dadag..dadag,” teriak beberapa pria yang berpenampilan seperti para pengusaha itu ceria dengan tawa girang. Dari wajah-wajah pria elegan tapi hidung belang itu tampak kegirangan yang natural. Sedahsyat itu Dina membuat mereka bahagia ya haha..

Rupanya rahasia sukses di semua bidang kerja adalah sama saja yakni komunikasi yang hangat dan ramah. Termasuk bidang kerjanya Dina.

Sebagai pekerja lokalisasi yang masih belia, Dina tergolong pemberani. Terhitung sejak umur 17 hingga sekarang, (Dina memasuki usia 19 tahun) dia memilih jadi freelancer, yang tidak terikat pada bos tertentu.

“Lebih bebas begini. Nggak ada yang harus disetor juga. Lagian aku laris kok jadi penghasilan cukup untuk aku sendiri. Kan masih kenceng. Original,” tegasnya sambil ketawa.

Cukup fantastik. Dalam sehari Dina bisa dicari 9 sampai 10 pelanggannya. Ia sangat percaya diri dengan statusnya yang masih ‘belum turun mesin’ tadi. Berbekal status itu ia berani beradu lebih keras di pasaran cinta satu malam itu. (*)

Bukit Hijau Sekali, 2014

“`

Categorized in:

Feature,